Memahami untuk dapat
menghayati dan kemudian mengamalkan ajaran ketamansiswaan, pada pokoknya dapat
di awali dengan memahami terlebih dahulu sejarah dan asas - asasnya. Pada
umumnya bagi setiap murid Tamansiswa di manapun mereka berguru, Ketamansiswaan
biasanya terjalin dalam segenap mata pelajaran yang di terimanya, disertai
teladan hidup dari para pamongnya.
Kehidupan di lingkunganya perguruan merupakan perwujudan dari pola hidup Ketamansiswaan sesuai dengan apa yang di cita - citakan. Perguruan mencerminkan suasana dan merupakan lingkungan hidup yang bernafaskan asas -asas dan Ajaran-ajaran Ketamansiswanya. Dengan cara demikian para siswa belajar mengenal, memahami dan menghayati ajaran ketamansiswaan, yang selanjutnya akan menjadi pedoman tingkah lakunya dalam pengabdiannya kepada masayarakat, sesamanya dan Tuhan Yang Maha Esa.
Reaksi Terhadap Kolonialisme
Tamansiswa lahir pada jaman penjajahan Hindia Belanda. Peguruan Tamansiswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 juli 1922 di Yogyakarta. Ki Hajar Dewantara lahir pada tanggal 2 mei 1889, dengan nama kecil Suwardi Suryanigrat. Peguruan ini didirikan dalam bentuk yayasan. Latar belakang pendirian adalah bahwa sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda sesungguhnya tidaklah diperuntuhkan bagi kepentingan rakyat Indonesia melainkan untuk kepentingan politik kolonial Belanda, meskipun Mr. C. Th. Van Den Venter mengatakan untuk penebusan dosa kepada rakyat Indonesia. (majlis luhur taman siswa 1979)
Oleh karenanya adalah wajar, bahwa suasana dan kondisi kolonial turut mewarnai kelahiran tersebut dalam bentuk positif terhadapnya.
Pemerintahan kolonial dengan sistem politik kolonialnya tidak memperhatikan kepentingan rakyat dalam segala bidang kehidupannya. Kepetingan sosial, politik, ekonomi, kebudayaan , termasuk pula pendidikannya, tidak mendapat perhatian sebagaimana mestinya.
Hak asasi manusia tidak dihiraukan, kehidupan politik di kekang. Dalam bidang ekonomi terjadi proses kemiskinan dan usaha untuk menjadikan rakyat Indonesia tergantung fihak lain dan tidak mampu berdikari. Perkembangan kebudayaan barat, untuk lambat laun meghilangakan kebudayaan bangsa Indonesia. Melalui pendidikan kolonialnya sengaja diterlantarkan agar supaya rakyat tetap tinggal bodoh, nasionalisme tidak dikembangkan dan justru dilaksanakan “devide et impera”.
Dalam kondisi kemasyarakatan yang demikian itulah Tamansiswa dilahirkan. Menantang untuk dilawan dan ditiadakan. Hal – hal yang tidak sesuai dan bahkan yang bertentangan dengan aspirasi bangsa Indonesia perlu diganti.
Hal – hal yang tidak dikehendaki karena bertentangan dengan aspirasi bangsa Indonesia dan hal – hal yang harus dapat mengantikannya telah melahirkan dan menjiwai asas – asas dan tujuan perjuangan Tamansiswa. Inilah yang dimaksud dengan pernyataan bahwa kondisi itu turut mewarnai kelahiran Tamansiswa.
Kehidupan di lingkunganya perguruan merupakan perwujudan dari pola hidup Ketamansiswaan sesuai dengan apa yang di cita - citakan. Perguruan mencerminkan suasana dan merupakan lingkungan hidup yang bernafaskan asas -asas dan Ajaran-ajaran Ketamansiswanya. Dengan cara demikian para siswa belajar mengenal, memahami dan menghayati ajaran ketamansiswaan, yang selanjutnya akan menjadi pedoman tingkah lakunya dalam pengabdiannya kepada masayarakat, sesamanya dan Tuhan Yang Maha Esa.
Reaksi Terhadap Kolonialisme
Tamansiswa lahir pada jaman penjajahan Hindia Belanda. Peguruan Tamansiswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 juli 1922 di Yogyakarta. Ki Hajar Dewantara lahir pada tanggal 2 mei 1889, dengan nama kecil Suwardi Suryanigrat. Peguruan ini didirikan dalam bentuk yayasan. Latar belakang pendirian adalah bahwa sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda sesungguhnya tidaklah diperuntuhkan bagi kepentingan rakyat Indonesia melainkan untuk kepentingan politik kolonial Belanda, meskipun Mr. C. Th. Van Den Venter mengatakan untuk penebusan dosa kepada rakyat Indonesia. (majlis luhur taman siswa 1979)
Oleh karenanya adalah wajar, bahwa suasana dan kondisi kolonial turut mewarnai kelahiran tersebut dalam bentuk positif terhadapnya.
Pemerintahan kolonial dengan sistem politik kolonialnya tidak memperhatikan kepentingan rakyat dalam segala bidang kehidupannya. Kepetingan sosial, politik, ekonomi, kebudayaan , termasuk pula pendidikannya, tidak mendapat perhatian sebagaimana mestinya.
Hak asasi manusia tidak dihiraukan, kehidupan politik di kekang. Dalam bidang ekonomi terjadi proses kemiskinan dan usaha untuk menjadikan rakyat Indonesia tergantung fihak lain dan tidak mampu berdikari. Perkembangan kebudayaan barat, untuk lambat laun meghilangakan kebudayaan bangsa Indonesia. Melalui pendidikan kolonialnya sengaja diterlantarkan agar supaya rakyat tetap tinggal bodoh, nasionalisme tidak dikembangkan dan justru dilaksanakan “devide et impera”.
Dalam kondisi kemasyarakatan yang demikian itulah Tamansiswa dilahirkan. Menantang untuk dilawan dan ditiadakan. Hal – hal yang tidak sesuai dan bahkan yang bertentangan dengan aspirasi bangsa Indonesia perlu diganti.
Hal – hal yang tidak dikehendaki karena bertentangan dengan aspirasi bangsa Indonesia dan hal – hal yang harus dapat mengantikannya telah melahirkan dan menjiwai asas – asas dan tujuan perjuangan Tamansiswa. Inilah yang dimaksud dengan pernyataan bahwa kondisi itu turut mewarnai kelahiran Tamansiswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar